Kabupaten Kepulauan Meranti di Tengah Dilema Otonomi Daerah: Babak Belur Akibat Kebijakan Pusat dan Lemahnya Kemandirian Fiskal

Pemandangan ibukota Selatpanjang, ibukota Kabupaten Kepulauan Meranti. Foto: SM News
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, menegaskan bahwa esensi filosofis Otonomi Daerah adalah desentralisasi kewenangan untuk mencapai kemandirian fiskal. Prinsip ini mendorong daerah agar mampu menggali potensi sumber daya sendiri guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta mempercepat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Namun, realitas di Kabupaten Kepulauan Meranti menunjukkan tantangan besar dalam mewujudkan prinsip tersebut.
Situasi ini memang bukan hanya dialami oleh Kabupaten Kepulauan Meranti, melainkan hampir seluruh daerah di Indonesia. Namun hal tersebut sepertinya sangat tidak berlaku bagi Kabupaten termuda di Provinsi Riau ini yang notabene PAD nya yang tidak cukup kuat untuk menopang postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) secara mandiri. Hampir 90 persen APBD Meranti masih bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat dan provinsi.
Tantangan semakin berat dengan adanya kebijakan penghapusan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) serta pembebasan biaya percepatan layanan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Kebijakan ini, meskipun berdampak positif bagi masyarakat, mengurangi potensi pendapatan asli daerah yang sudah minim. Akibatnya, ketika transfer dana pusat mengalami keterlambatan atau kendala, pemerintah daerah harus melakukan penyesuaian anggaran dengan memprioritaskan program-program skala prioritas.
Selain PAD yang tidak banyak mendukung postur APBD, Kabupaten Kepulauan Meranti yang merupakan daerah terluar dan dengan kondisi miskin ekstrem juga bertambah babak belur dengan kebijakan pemerintah pusat.
Dimana Kabupaten Kepulauan Meranti juga mengalami tekanan akibat kebijakan fiskal baru dari pemerintah pusat. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) yang mulai berlaku, justru semakin mempersempit ruang fiskal daerah.
Salah satu dampaknya adalah penerapan opsen pajak sebesar 66 persen, yang bukan merupakan kenaikan pajak tetapi mekanisme pembagian pendapatan dengan provinsi. Imbasnya, Kepulauan Meranti kehilangan sebagian besar penerimaan dari Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Sebelum kebijakan ini berlaku, Kepulauan Meranti menerima DBH dari PKB sebesar Rp 19,8 miliar. Namun setelah perubahan, daerah ini hanya memperoleh Rp 2,1 miliar, terjadi penurunan drastis sebesar Rp 17 miliar. Hal serupa terjadi pada BBNKB, dari Rp 14,1 miliar kini hanya Rp 4,3 miliar, turun Rp 9,7 miliar.
Kepulauan Meranti juga mengalami kerugian besar akibat sistem baru dalam pembagian DBH, terutama dari sektor perkebunan sawit dan minyak dan gas bumi (migas).
Dalam regulasi baru, daerah yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil berhak mendapatkan 20 persen dari DBH Sawit. Namun, dalam Undang-Undang Pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti, daerah ini tidak tercatat berbatasan langsung dengan kabupaten penghasil sawit, melainkan berbatasan dengan laut dan selat.
Akibatnya, Kepulauan Meranti kehilangan haknya atas DBH Sawit sebesar Rp 40 miliar, yang kini hanya memperoleh Rp 4 miliar. Hal yang sama terjadi pada DBH Migas, yang sebelumnya Rp 115 miliar, kini hanya Rp 56 miliar, terjadi pengurangan Rp 59 miliar. Secara keseluruhan, total pendapatan yang hilang akibat kebijakan ini mencapai Rp 95 miliar.
Di tengah kondisi ini, pemerintah daerah tidak bisa hanya bergantung pada dana transfer pusat. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sebagai perpanjangan tangan kepala daerah juga harus lebih aktif melakukan koordinasi dengan kementerian terkait untuk mendapatkan anggaran tambahan yang bisa dikucurkan ke daerah.
Pendekatan "jemput bola" ke pemerintah pusat menjadi strategi yang harus diperkuat. Selain itu, Kepulauan Meranti perlu menggali potensi lokal yang bisa dioptimalkan untuk meningkatkan PAD, seperti pengembangan sektor pariwisata, perikanan, dan hilirisasi hasil perkebunan.
Kondisi fiskal Kepulauan Meranti saat ini menjadi cerminan tantangan yang dihadapi banyak daerah otonom dengan ketergantungan tinggi pada dana pusat. Jika situasi ini terus berlanjut tanpa ada terobosan dalam strategi pendapatan daerah, maka pembangunan dan kesejahteraan masyarakat akan sulit meningkat secara signifikan.
Diperlukan kebijakan yang lebih berpihak kepada daerah tertinggal, termasuk revisi Undang-Undang HKPD agar lebih adil bagi daerah yang memiliki keterbatasan sumber daya namun memiliki kebutuhan pembangunan yang besar. Jika tidak, cita-cita otonomi daerah untuk menciptakan kemandirian fiskal hanya akan menjadi teori yang sulit diwujudkan.
Dampak Rasionalisasi DAK: Infrastruktur Kepulauan Meranti Terancam
Tidak hanya itu, Dana Alokasi Khusus (DAK) yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Meranti juga terkena dampaknya oleh kebijakan pusat yang menekan ruang fiskal daerah.
Tidak tanggung-tanggung, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2025, alokasi DAK Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kepulauan Meranti dirasionalisasi hingga Rp 103.504.250.000.
Dimana sebelumnya Dinas PUPR Kepulauan Meranti di bawah komando Fajar Triasmoko bersama tim yang solid secara aktif mencari peluang pendanaan dari pemerintah pusat untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di daerah.
Anggaran yang dipotong tersebut terdiri dari anggaran infrastruktur dengan tema Jalan layanan Dasar sebesar Rp 37.005.455.000, Jalan Tematik Kawasan Produksi Pangan Nasional (KPPN) sebesar Rp 25.953.712.000 dan DAU Spesifik Bidang Pekerjaan Umum Rp. 40.545.083.000. Yang tersisa hanya untuk Air Minum - Layanan Dasar sebesar Rp 10.440.280.000.
Pemangkasan anggaran ini tentu berdampak langsung terhadap program kelanjutan pembangunan infrastruktur, terutama jalan di Pulau Rangsang, yang merupakan pulau terluar berbatasan dengan Selat Malaka. Infrastruktur jalan menjadi elemen vital dalam mendukung mobilitas dan pertumbuhan ekonomi daerah, terutama di wilayah yang sulit dijangkau.
Dimana prasarana jalan merupakan urat nadi kelancaran lalu lintas di darat. Lancarnya lalu lintas akan sangat menunjang perkembangan perekonomian suatu daerah.
Adapun kondisi jalan kabupaten di Kabupaten Kepulauan Meranti sesuai dengan SK tahun 2024, kondisi baru sepanjang 710,611 kilometer. Hanya saja kondisi rusak ringan berkurang menjadi 239,799 kilometer atau 33,75 persen dan rusak berat menjadi 101,301 kilometer atau 14,26 persen.
Adapun total anggaran DAK 2025 melalui usulan Dinas PUPR Kepulauan Meranti menerima total Rp 113.944.530.000 untuk pembangunan jalan pelayanan dasar.
Anggaran tersebut padahal akan digunakan untuk dua ruas jalan utama seperti Ruas Jalan Tanjung Samak - Tanjung Kedabu yang mendapat alokasi Rp 37.005.455.000, dengan tema Jalan Pelayanan Dasar, yang mendukung konektivitas daerah.
Sementara itu, Ruas Jalan Tanjung Samak - Repan mendapat anggaran Rp 25.953.712.000 untuk mendukung penguatan kawasan sentra produksi pangan, termasuk pertanian, perikanan, dan hewan ternak.
Peningkatan infrastruktur jalan dengan dukungan anggaran DAK itu juga diperkuat dengan Dana Alokasi Umum (DAU) Spesifik tahun 2025 sebesar Rp 40.545.083.000, dimana anggaran ini juga akan difokuskan pada perbaikan sejumlah ruas jalan yang rusak parah.
Adapun ruas yang akan diakomodir dengan DAU Spesifik adalah jalan sepanjang 10 kilometer senilai Rp 25 miliar dengan bahan query waste (Base C) setebal 15 cm, sesuai Manual Desain Perkerasan (MDP) Jalan 2024. Proyek ini ditargetkan selesai hingga mencapai Pos Karhutla di Desa Sungai Gayung Kiri.
Selanjutnya ruas Jalan Tanjung Samak - Tanjung Kedabu yang akan dikerjakan itu sepanjang 14 kilometer. Penanganan sepanjang 4 kilometer pertama menggunakan DAK senilai Rp 37.005.455.000 dengan metode hotmix, menghubungkan dengan ruas yang sudah dilakukan base sebelumnya di Desa Tanjung Bakau hingga melewati Kantor Desa Tanjung Medang.
Termasuk pada tahun 2025 ini, pembangunan yang akan berlanjut dengan anggaran DAK sebesar Rp 36.277.455.000 untuk mengerjakan jalan sepanjang 8,7 kilometer yang melintasi Desa Gemala Sari juga tidak bisa dikerjakan. Jalan sepanjang 31,85 kilometer ini sebelumnya telah menghubungkan enam desa di Kecamatan Rangsang, yakni Tanjung Samak, Wonosari, Teluk Samak, Gemala Sari, Penyagun, dan Repan.
Jalan itu juga terkoneksi dengan ruas yang sudah di-hotmix sebelumnya, tepatnya di Tanjung Samak, ibukota Kecamatan Rangsang, di Tanjung Samak sepanjang 3,3 kilometer yang dibangun pada tahun 2021 dengan menggunakan anggaran DAK
Pembangunan ruas Jalan Tanjung Samak - Repan yang melewati Desa Penyagun dengan hotmix itu bertujuan untuk mendukung akses menuju Rumah Sakit Pratama yang sedang dibangun pada tahun ini. Proyek rumah sakit ini didanai oleh DAK fisik bidang kesehatan sebesar Rp 45 miliar.
Tidak hanya pada Dinas PUPR, anggaran DAK pada Dinas Perhubungan juga mengalami rasionalisasi, dimana alokasi DAK tahun 2025 untuk sektor transportasi perairan di Kepulauan Meranti juga dihapus.
Dinas Perhubungan Kepulauan Meranti memastikan bahwa dana sebesar Rp 8.559.840.000 yang telah direncanakan untukk meningkatkan aksesibilitas dan konektivitas antarwilayah menjadi terganggu.
Anggaran yang telah disusun ini sebelumnya akan digunakan untuk: Rehabilitasi pelabuhan penumpang di Tanjung Samak, yang menjadi gerbang utama transportasi laut di Kecamatan Rangsang, selanjutnya pembangunan fasilitas di Pelabuhan Ro-Ro Insit, Kecamatan Tebingtinggi Barat, guna meningkatkan kapasitas layanan penyeberangan dan perbaikan Pelabuhan Ro-Ro Pecah Buyung, Kecamatan Rangsang Barat, agar lebih aman dan nyaman bagi penumpang serta angkutan barang serta rehabilitasi pelabuhan di Desa Meranti Bunting, yang menjadi akses penting bagi warga untuk melakukan distribusi barang.
Saat ini, beberapa pelabuhan di Kepulauan Meranti mengalami kerusakan serius, mulai dari dermaga yang lapuk, fasilitas penumpang yang kurang memadai, hingga aksesibilitas yang terbatas. Kondisi ini tidak hanya menghambat aktivitas ekonomi, tetapi juga berisiko terhadap keselamatan penumpang serta distribusi barang dan hasil produksi lokal.
Pemangkasan DAK menjadi tantangan besar bagi pemerintah daerah, terutama dalam mempercepat konektivitas infrastruktur di wilayah terluar seperti Kepulauan Meranti. Jalan yang layak menjadi kunci untuk menggerakkan ekonomi masyarakat, terutama dalam sektor pertanian, perikanan, dan perdagangan antar-pulau.
Namun, dengan terbatasnya dana, prioritas pembangunan harus benar-benar selektif, memastikan bahwa setiap rupiah yang dialokasikan dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat. Pemerintah daerah juga dituntut untuk lebih proaktif menjemput bola ke pusat, memperjuangkan tambahan anggaran untuk mengatasi defisit infrastruktur yang masih besar.
Meskipun rasionalisasi DAK menjadi pukulan berat, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti tetap berupaya memaksimalkan alokasi yang ada untuk memperbaiki infrastruktur yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah. Namun, tanpa dukungan fiskal yang memadai, harapan masyarakat untuk mendapatkan jalan yang layak masih menghadapi jalan terjal.
Meskipun banyak anggaran pembangunan mengalami rasionalisasi, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Kepulauan Meranti tetap berkomitmen untuk melanjutkan pembangunan infrastruktur yang telah direncanakan.
Kepala Dinas PUPR Kepulauan Meranti, Fajar Triasmoko, menegaskan bahwa pihaknya akan terus bekerja keras untuk memastikan setiap proyek infrastruktur tetap berjalan dengan baik dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
"Kami memahami kondisi keuangan daerah saat ini, tetapi kami juga tidak ingin pembangunan terhenti. Kami akan berupaya semaksimal mungkin agar infrastruktur yang menjadi prioritas tetap dapat direalisasikan," ujar Fajar.
Fajar Triasmoko menjelaskan bahwa untuk mengatasi keterbatasan anggaran, Dinas PUPR akan menerapkan berbagai strategi, seperti menyesuaikan skala prioritas pembangunan dengan mempertimbangkan kebutuhan mendesak masyarakat. Selanjutnya meningkatkan efisiensi dalam penggunaan anggaran agar proyek yang berjalan tetap optimal meskipun dana terbatas.
Efisiensi Anggaran: Pemkab Kepulauan Meranti Sesuaikan Postur APBD 2025
Sementara itu Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti juga tengah melakukan penyesuaian terhadap APBD tahun 2025 yang telah disahkan sebesar Rp1,38 triliun. Saat ini, APBD tersebut masih dalam proses review oleh Inspektorat Daerah, sehingga belum dapat digunakan sepenuhnya.
Dalam proses pergeseran anggaran ini, pemerintah daerah menerapkan kebijakan penghematan 30 hingga 50 persen di setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Langkah ini bertujuan untuk mengakomodasi tunda bayar tahun 2024 seperti pekerjaan konstruksi dan jasa, TPP pegawai dan dana desa dengan total sebesar Rp 128 miliar serta mendukung program makan sehat gratis, serta ketahanan pangan. Nantinya, kewajiban tunda bayar tahun 2024 akan dimasukkan dalam struktur APBD 2025 agar tidak mengganggu kestabilan keuangan daerah.
Selain itu, langkah efisiensi ini juga merupakan bagian dari Instruksi Presiden RI, Prabowo Subianto, yang meminta seluruh pemerintah daerah untuk melakukan efisiensi anggaran.
Sebagai bagian dari strategi efisiensi, Pemkab Kepulauan Meranti akan memangkas anggaran di berbagai sektor, diantaranya pengurangan belanja perjalanan dinas sebesar 50 persen, pengurangan anggaran untuk kegiatan seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, alat tulis kantor, publikasi, serta seminar dan Focus Group Discussion (FGD) sebesar 50 persen.
Kebijakan ini menimbulkan kegelisahan di berbagai OPD, mengingat ruang gerak anggaran semakin terbatas. Banyak program yang harus dikurangi, sehingga sebagian besar anggaran hanya akan digunakan untuk pembayaran gaji pegawai dan kegiatan operasional rutin.
Namun, pemerintah daerah menegaskan bahwa langkah efisiensi ini adalah strategi yang harus ditempuh guna menjaga keberlanjutan keuangan daerah serta memastikan program prioritas tetap berjalan tanpa membebani keuangan di tahun-tahun mendatang.
Dengan langkah ini, Pemkab Kepulauan Meranti berharap dapat mengelola anggaran secara lebih efektif, menghindari defisit, serta tetap mampu memberikan layanan terbaik bagi masyarakat.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kepulauan Meranti, Bambang Suprianto, SE, MM, saat ditanya bagaimana cara menyikapinya, dia menanggapi kebijakan rasionalisasi anggaran yang berdampak pada daerahnya dengan sikap yang realistis. Menurutnya, kebijakan ini merupakan instruksi langsung dari Presiden RI, sehingga tidak perlu ada reaksi berlebihan.
"Tidak perlu juga disikapi, karena itu memang sudah menjadi instruksi langsung dari presiden untuk dilakukan rasionalisasi," ujar Bambang saat diwawancarai.
Ketika ditanya apakah Pemkab Kepulauan Meranti akan mencari solusi atau hanya pasrah menerima kebijakan ini, Bambang menjelaskan bahwa untuk saat ini tidak ada pilihan lain selain mengikuti regulasi yang sudah ditetapkan dan pasrah.
"Ya mau bagaimana lagi, PMK (Peraturan Menteri Keuangan) nya sudah terbit, kecuali sebelum terbit. Untuk sementara harus pasrah sambil melihat perkembangan, karena setiap tahun juga ada perubahan karena persoalan keuangan juga dinamis kebijakannya," tambahnya.
Meskipun menerima kebijakan tersebut, Bambang menegaskan bahwa Pemkab Kepulauan Meranti tetap akan menempuh jalur administrasi pemerintahan untuk menyampaikan aspirasi kepada pemerintah pusat. Menurutnya jika terlalu frontal juga tidak baik hasilnya.
"Ke depan tetap kita surati secara kenegaraan nantinya, nanti kita lihat reaksinya bagaimana. Karena kalau terlalu keras dampaknya seperti kemarin pula," kata Bambang, merujuk pada pendekatan yang terlalu frontal oleh pemimpin sebelumnya yang dinilai kurang efektif.
Menurutnya, pendekatan diplomatis melalui mekanisme pemerintahan lebih memungkinkan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan sikap konfrontatif yang justru bisa merugikan daerah.
"Disikapi secara normatif melalui administrasi pemerintahan dengan jalur resmi, di mana jalur frontal juga sudah dilakukan namun kandas juga upaya tersebut," pungkasnya.
Dengan strategi yang lebih persuasif dan administratif, Pemkab Kepulauan Meranti berharap dapat menyampaikan kondisi keuangan daerah secara lebih konstruktif kepada pemerintah pusat, sambil tetap mengikuti kebijakan nasional yang ada.
Ketua Permaskab Meranti: Pemkab Tidak Boleh Pasrah dengan Rasionalisasi Anggaran
Sementara itu, Ketua Perkumpulan Masyarakat Kabupaten (Permaskab) Meranti-Riau, Ir. Nazaruddin Nasir, menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti tidak boleh pasrah terhadap kebijakan pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan.
Menurutnya, bukan berarti menolak kebijakan pusat, tetapi Pemkab harus aktif memberikan penjelasan mengenai kondisi Kepulauan Meranti, yang hampir 90 persen APBD nya bergantung pada dana transfer pusat. Apalagi, daerah ini tergolong sebagai daerah miskin ekstrem dan merupakan wilayah terluar yang membutuhkan perhatian lebih.
"Pemotongan DAK sebesar 50 persen oleh Menkeu Sri Mulyani merupakan tantangan dan tekanan bagi Kepulauan Meranti yang sangat tergantung kepada dana transfer dari pusat. Kendati pun beleid tersebut dapat dipahami karena terbatasnya ruang fiskal dalam APBN 2025, namun Pemkab tidak boleh tinggal diam dan pasrah," ujar Nazaruddin saat diwawancarai.
Nazaruddin menekankan bahwa Bupati dan jajaran Pemkab harus segera melakukan komunikasi dan advokasi ke pemerintah pusat agar alokasi dana bagi daerah dengan kapasitas fiskal rendah seperti Kepulauan Meranti bisa dipertimbangkan kembali.
"Kalau perlu, Bupati berkemah di Dirjen Perimbangan Keuangan. Hal ini dilakukan supaya mereka paham kondisi kita di daerah," ujarnya.
Selain itu, ia juga mendorong Pemkab untuk melakukan langkah-langkah strategis, seperti melakukan efisiensi belanja daerah agar anggaran yang tersedia bisa dimanfaatkan lebih optimal.
Selain itu melakukan optimalisasi PAD agar ketergantungan terhadap dana pusat bisa dikurangi serta membangun kolaborasi dengan sektor swasta melalui skema Public-Private Partnership (PPP) untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik.
Nazaruddin berharap Pemkab Kepulauan Meranti dapat mengambil langkah proaktif dan kreatif dalam menghadapi tantangan ini, bukan hanya menerima keputusan pusat tanpa upaya negosiasi dan solusi alternatif. (R-01)